Setelah kenyang makan siang dengan gulai ikan khas Pariaman kamu meluncur ke Destinasi selanjutnya keliling Sumbar ngukur jalan dan mendatangi ibu kota kabupaten. Destinasi setelah perut kenyang adalah ibu kota Kabupaten Agam, Lubuk Basung. Setahu saya dulu Kabupaten Agam ibu kotanya Bukit Tinggi tapi sejak tahun 1998 ibu kota kabupaten Agam pindah ke Lubuk Basung. Jadi lah saya kudu nyamperin Lubuk Basung yang berada di seberang danau maninjau dari arah Bukit Tinggi. Dan rencana perjalanan ini saya buat memang berputar melingkar sehingga kami tidak harus mondar mandir. Dari Pariaman kami langsung menuju Laubuk Basung kami sampai di saat hari mulai senja dan langit mulai di gelayuti awan hitam. Memasuki kota Lubuk Basung saya cukup takjub. Yang ada di benak saya adalah sebaiknya kota yang sejuk ini mempertahankan rumah panggung mereka sehingga bisa menjadi kota yang memiliki ciri khas dan unik.



Lubuk Basung merupakan sebuah kota berstatus kecamatan dengan luas wilayahnya 33,226 Ha, atau sekitar 6,33% dari luas Kabupaten Agam. Kecamatan yang berkedudukan pada ketinggian rata-rata 102 meter dari atas permukaan laut, dan suhu udara maksimum mencapai 30º C dan minimum mencapai 25º C, memiliki batas-batas administratif wilayah di sebelah utara dengan kecamatan IV Nagari sebelah selatan dengan Padang Pariaman, sebelah barat dengan kecamatan Tanjung Mutiara dan sebelah timur dengan Tanjung Raya. Dengan jumlah penduduk 68,049 jiwa kota ini terasa lengang.




Menyusuri kota perlahan dan seperti biasa saya selalu suka dan terpaku ketika melihat rumah panggung. Dan kami pun berhenti. Saya kulonuwun berkali kali tapi tak ada yang menyahut padahal rumah tak terkunci. Dalam pikiran saya walaupun tak ada orang tapi rumah tak terkunci saya menarik kesimpulan kota ini cukup aman tak ada pencuri berseliweran. Lama mengucap salam dan tak ada yang keluar akhirnya saya putus kan hanya memotret dari luar dan sedikit berpose di depan rumah.





Kami hanya berputar putar satu jam an di kota ini memenuhi tugas dan kemudian sorepun semakin pekat kami masih harus melanjutkan perjalanan ke Pasaman Barat. Lebih kurang menempuh perjalan 1,5 jam sampai lah kami di Simpang Ampek, ibu kota kabupaten Pasaman Barat. Pukul 17. 40 menit kami mencapai pusat kota Simpang Ampek kota kecil dengan penduduk yang hanya 459.487 jiwa (2011). Senjak pun menjelang, dalam perjalanan keliling Sumbar ini saya tak pernah memesan hotel atau penginapan duluan. Setelah sampai di tujuan saya baru cari tempat untuk merebahkan badan. Yuup kita muter dan tanya sana sini akhirnya kami berlabuh di tempat sales antar kota berlabuh. Penginapan dengan parkiran mobil Sampoerna di depan. Agak ketar ketir juga siih tapi ini penginapan terbaik di kota ini he he uji nyali kudu lulus, toh saya dengan seorang teman dan sopir ready di kendaraan. Penginapan yang tak terlalu resik untuk kamar dibanding luarnya yang cukup apik tapi kamar nya sangat apa adanya dan kalau boleh saya bilang kotor, gak kebayang kan kalau kamar sewaan berisi barang ketinggalan penghuni sebelumnya dan saya pun geleng geleng kepala. Setalah meletakkan barang bawaan dan menyegarkan badan kami pun lapar dan cari makan keluar. Tak di sediakan makan dan tak ada resto do penginapan ini. Tapi tak terlalu jauh kami pun menemukan soto. Lumayan untuk menghangatkan perut malam ini.





Di pagi hari kami di suguhi sarapan indomie he he he .. tak apa apalah tak ada waktu untuk mencari kuliner lain. Seperti pedagang di jaman dulu saya bergegas menunaikan tugas mengunjungi pusat pemerintahan kota dan sebelumnya berhenti di pasar. Sedang musim durian rupanya.






Setelah mengunjungi pusat pemerintahan dan beberapa sarana di bawah PU kami pun melanjutkan perjalanan menuju Kabupaten Pasaman melintasi perbukitan dan pemandangan Gunung Tuleh yang indah di kecamatan Talamau dan kemudian memasuki kampung yang selama ini hanya saya dengar lewat lagu Minang yang di nyanyikan Elly Kasim berjudul Rang Talu . yaitu Desa Talu atau Jorong Talu. Sebelumnya saya mampir disebuah industri kecil pengolahan jagung tradisional.


Lanjut melintasi perbukitan dengan pemandangan Gunung Tuleh yang berdiri gagah menyusuri jalanan di tebing tebing bukit dan sungai yang mengalir jernih.


Dan setelah itu kami memasuki Desa Talu beruntunglah saya karena kami berpapasan dengan arak arakan Khatam Al-Quran sebuah tradisi lulus belajar mengaji di ranah Minang. Sebuah tradisi yang ternyata masih ada sampai sekarang. Dan saya sangat gembira untuk itu. Di latar belakangi gunung Tuleh rombongan ini merayakan kebahagiaan mereka.

Setengah jam dari Talu kami sampai di kabupaten Pasaman. tapi sepertinya liputan tentang Pasaman harus saya buat di tulisan tersendiri. so sampai ketemu di Pasaman 🙂